OJK: Kebijakan Restrukturisasi Kredit Jaga Stabilitas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat sejumlah kebijakan yang telah dilakukan, utamanya restrukturisasi kredit. Oleh karena itu OJK memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama satu tahun hingga Maret 2022.

“Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang sudah dikeluarkan OJK sejak Maret tahun ini terbukti bisa menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dari tekanan ekonomi akibat dampak pandemi covid-19. Sehingga untuk tahapan percepatan pemulihan ekonomi kita perpanjang lagi sampai Maret 2022,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin, 2 November 2020.

Selain restrukturisasi kredit, OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan. Di antaranya pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, governance persetujuan kredit restrukturisasi, penyesuaian pemenuhan capital conservation buffer dan penilaian kualitas Agunan yang Diambil Alih (AYDA), serta penundaan implementasi Basel III.

Adapun hingga 5 Oktober 2020 realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan sebesar Rp914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur yang terdiri dari 5,88 juta debitur UMKM senilai Rp361,98 triliun dan 1,65 juta debitur non-UMKM senilai Rp552,69 triliun. Sementara untuk restrukturisasi pembiayaan perusahaan pembiayaan hingga 27 Oktober sudah mencapai Rp177,66 triliun dari 4,79 juta kontrak.
 
“Sedangkan restrukturisasi pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan Bank Wakaf Mikro(BWM) hingga 31 Agustus masing-masing mencapai Rp26,44 miliar untuk 32 LKM dan Rp4,52 miliar untuk 13 BWM,” paparnya.
 
Di masa pandemi covid 19 ini, OJK memfokuskan upaya percepatan pemulihan ekonomi pada lima hal. Pertama, melanjutkan implementasi relaksasi kebijakan restrukturisasi dalam POJK 11 sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi akibat kondisi pandemi.
 
“Tentunya, perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard,” tegas Wimboh.
 
Kedua, mempercepat gerak roda ekonomi di daerah-daerah guna menopang ekonomi nasional yang di antaranya dilakukan dengan memfasilitasi percepatan serapan government spending. Ketiga, mengoptimalkan peran industri keuangan secara berkelanjutan melalui dukungan pembiayaan kepada usaha padat karya dan atau konsumsi yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap ekonomi.
 
Keempat, mempercepat terbangunnya ekosistem digital ekonomi dan keuangan yang terintegrasi, serta melanjutkan reformasi Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dan pasar modal sehingga sektor-sektor tersebut memiliki daya tahan yang kuat dan berdaya saing.
 
“Terakhir atau yang kelima, penguatan pengawasan terintegrasi didukung dengan percepatan reformasi IKNB dan pasar modal,” pungkas Wimboh.

Sumber: https://www.medcom.id/ekonomi/keuangan/GNGWXndN-ojk-kebijakan-restrukturisasi-kredit-jaga-stabilitas-jasa-keuangan